Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu

Senin, 01 November 2010

Gunungan / kayon sebagai gambaran hati kita

Hati, Psikologi sufi menekankan pentingnya mencerdaskan hati. Seseorang yang hatinya terbuka akan lebih bijaksana, penuh kasih sayang, dan lebih pengertian daripada mereka yang hatinya tertutup.

Hati kita meiliki empat lapisan, Tiap lapisan terhubung dengan salah satu cahaya Allah. Dada ( shadr )—lapisan luar—terhubung dengan cahaya Islam, hati ( qalb ) terhubung dengan cahaya iman, hati-lebih-dalam ( fu’âd ) terhubung dengan cahaya makrifat, sementara inti-hati ( lubb) terhubung dengan cahaya tauhid.
Empat lapisan ini juga berkaitan dengan empat kedudukan hamba—muslim, mukmin, ahli makrifat, dan ahli tauhid—dan empat kondisi nafs (jiwa) yang disebutkan dalam Alquran: nafs yang memerintahkan keburukan ( ammârah bi al-sû’ ), nafs yang suka mencela ( lawwâmah ), nafs yang terilhami ( mulhamah ), dan nafs yang tenteram ( muthma’innah ).
Gunungan (simbolisasi Hati)

“Istafti qalbak, mintalah fatwa pada hatimu; kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hatimu gelisah.” Hadis Nabi.

Hati menurut filosofi jawa disimbulkan oleh gunungan/kayon/kelir di dalam pagelaran wayang purwa, didalamnya terdapat gambar empat jenis binatang yang menggambarkan 4 jenis nafsu manusia, keempat jenis binatang tersebut adalah :

1. Macan (Harimau) : menggambarkan nafsu amarah "remenipun paben fitenah" (menyukai kepada adu domba, fitnah, dan sejenisnya).
2. Banteng : menggambarkan nafsu Sufiyah "remenipun milik sanes kewajibanipun" (menyukai iri dengki, hasud, tidak suka bila orang lain dapat kenikmatan/kebahagiaan), cenderung suka keindahan.
3. Kethek (Monyet) : menggambarkan nafsu Aluamah "remenipun mangontho-ontho kereng donyo artho" (menyukai dunia dan harta benda).
4. Burung Merak : menggambarkan nafsu Mutmainnah "remenipun nderek gugon tuhon, bimbing pangiwo, mundi-mundi sajen-sajen, kuthuk-kuthuk ahli peteng karang sihir, kadiddayan, kanuragan" (patuh tanpa ditelaah terlebih dahulu, menyembah tetapi salah arah), sebenarnya nafsu ini cenderung baik tetapi bila berlebihan juga tetap tidak baik. Contohnya : memberi uang/sodaqoh kepada orang yang kekurangan itu baik, tetapi ketika semua uangnya diberikan kepada orang yang kekurangan itu mengakibatkan hidupnya susah/rusak, hal itu akan itu menjadi tidak baik.

Sebagai gambaran orang yang menaiki kereta kuda, keempat nafsu tersebut merupakan kuda penggerak agar kereta dapat berjalan, maka sang kusir harus mampu mengendalikan, mengarahkan kudanya agar dapat mengantarkan kusir/penumpangnya sampai pada tujuan yang sebenarnya yaitu Allah SWT (Illahi anta maksudi waridhoka mathlubi), jangan sampai malah sang kusir yang mengikuti atau malah dikuasai oleh sang kuda.


Diambil dari berbagai sumber, Wallahu a'lam bis showab....

Tidak ada komentar: